TRAVELOGY




PERJALANAN PERTAMA

 

 
Teringat pengalaman 11tahun silam pertama kali menginjakkan kaki di tanah bagawan sultan (Brunei Daressalam) berjuta decak campur baur dalam jantungku seperti seorang petinju yang akan bertempur di ring.Maklum saja itu adalah perjalanan jauh pertama seorang diri setelah beberapa bulan sebelumnya aku pecah rekor menempuh perjalanan Jember- Jakarta seorang diri. Hmm...aku sudah dewasa sekarang....pikirku
" ooh belum kau masih bergantung hidup pada ortumu" Hehehe.....iya aku malu berdialog dengan diri sendiri.
 
Kurang dari setengah jam aku menunggu di pintu exit kulihat tiga orang melambaikan tangan kearahku satu diantaranya adalah sepupu nenek tapi masih muda, aku biasa panggil Pak Bian dan dua orang yg lain mungkin kawan kerjanya atau mungkin si pemilik mobil yang mereka bawa. Setelah bersalaman kami berempat segera keluar airport menuju ke rumah Pak Bian.Selama dalam perjalanan aku tak banyak bersuara karena logat mereka masih aneh di telingaku ,aku hanya takjub melihat pemandangan kanan kiri jalan begitu lengang.....jauh dibanding Surabaya yang kutinggalkan tempo hari pengap panas belum lagi suara mesin kendaraan yang bikin pekak telinga, itu belum Jakartanya tentu dahsyat lagi . Dari sudut kesudut tak tampak ada secarikpun kertas atau sampah yang berserakan seperti dikampungku, kotaku apalagi ibukota negriku tercinta sana.Oh...sungguh mengagumkan ,tersembul tanya apakah sebabnya ?apakah karena rajanya yang hebat ataukah rakyatnya yang slalu taat yang jelas tanpa terasa akupun terlelap dan terbangun ketika sampai di kontrakan Pak Bian , sebuah rumah panggung melayu sederhana yang akan menaungiku entah untuk beberapa bulan kedepan.
Belum genap sebulan setelah kedatanganku masuklah bulan puasa dan tentu saja membuatku sedih teringat suasana kampung dengan kakek nenek ,tetangga dan teman2ku dulu. Tapi tidak bagi Pak Bian dan anak istrinya yang sudah 20 tahun lebih beradaptasi disini. Memang ada banyak hal yang membuatku salut dan nyaman tinggal di negri ini, biarpun aku berstatus imigran belum punya KTP tapi aku mendapat hak yang sama layaknya penduduk pribumi.Tiap sore aku mendapat jatah kurma untuk berbuka dari kerajaan selama Ramadhan. Bayangkan coba kalau orang se Indonesia dapat jatah kurma import asli arab selama sebulan dari Presiden ....bisa tekor kali APBN... hehe geli aku. Tapi ini....jangan tanya masalah tekor ,wong pengangguran dan lansia aja digaji. Dan itu mungkin yang membedakan kita dengan mereka, kalau di Indonesia pengangguran gk dibayar aja numpuk apalagi dibayar pasti lebih numpuk lagi.(maaf ya)hehe
Seminggu menjelang hari raya datang seorang pegawai kerajaan mengantar parcel dan sebuah greeting card terselip didalamnya.Tergambar jelas senyum Paduka sultan,hemm... ganteng ramah berwibawa dan deretan sebuah nama tertulis disana "Sultan Haji Hasanal Bolkiyah Muizzaddin Waddaulah"..Wow ...mimpi rasanya ada seorang raja kok sempatnya bagi bagi parcel. Tapi kali ini bukan mimpi beliau memang mengundang rakyatnya tanpa terkecuali untk bersilaturahmi lewat openhouse.
Akhirnya Iedul Fithr pun tiba dan tepatnya pada hari ke empat aku sibuk berhias ala gadis melayu dengan stelan baju kurung bunga bunga lengkap kerudungnya. Ribet aku dengan penampilan seperti itu tapi demi Yang Mulia aku rela kegerahan toh memang ini adalah pakaian muslimah yang diwajibkan oleh agama begitu fikirku. (agak jaim...).
Masya Allah...! Lengkap sudah rasanya kekagumanku tentang negara kecil ini, tatkala kakiku menginjak lantai pualam Istana Nurul Iman berkubah megah aku seperti kurcaci yang dibawa putri negri dongeng ke istananya.mlongo....
Canggung aku melewati sapaan beberapa pengawal istana mereka sopan sopan dan lembut dengan senyum tak pernah lepas dari sunggingnya. Huhf !! aku belum pernah dalam mimpipun masuk ke istana negara presiden di Jakarta sana, entah apakah sama pengawalnya seramah ini karena yang sering kulihat di layar kaca Paspanpres nya selalu siap dengan moncong senjata dan PDL nya....hiih ngeri ah...( membayangkan)
Degup jantungku semakin tak karuan ketika di satu ruangan yang begitu ramai tampak antrean panjang nan rapi... dan kamipun segera ikut ambil tempat antri
" Ini barisan untuk begilir nak bersalam dengan Yang Mulia " kata temanku Dayang Huzairini namanya anak owner rumah sewa yang kami tempati.
Tanpa menjawab akupun berbaris dibelakangnya. Dan hatiku semakin kencang berdebar ketika kami semakin dekat posisi dengan Baginda sultan, alangkah gagahnya beliau mengenakan baju melayu ungu muda bersamping tenun melayu keemasan, berdiri diapit dua permaisurinya yang cantik-cantik dan diikuti putra mahkotanya (Pangeran Muhtadee Billah). Tentu senang sekali rakyat ini bisa berkumpul dengan para pemimpinnya. Setahuku setiap hari jum'at beliau beliau juga melaksanakan Sholat Jum'at berjama'ah dengan rakyatnya. Diam-diam ada rasa iri menelusup dibenakku adakah para pemimpin di negriku sana suatu hari akan seperti itu ?
 
Tiba-tiba khayalanku melayang jauh ke tanah air beberapa waktu lalu, membayangkan aku lahir dan tumbuh di sebuah negara besar nan elok (Indonesia) ,yang terkenal gemah ripah loh jinawi satu ketika dulu, yang memiliki sistem demokrasi atau democrazy entah lah apa namanya yang jelas aku belum pernah menerima perlakuan seistimewa ini. Aku teringat disekolah-sekolah tertulis 'melunasi pembayaran' selalu menjadi syarat utama mengikuti ujian, sementara disini anak pembelah batu pun bisa sampai ke England atau Cairo karena otak cerdasnya begitu dihargai oleh sang raja. Aku juga teringat ketika harus menunggu seharian di kantor polisi hanya untuk meminta tanda tangan dan stempel pak Kapolsek yang sebenarnya hanya butuh waktu tak lebih dari 5 menit. Itu belum lagi kalau aku ingin bertemu pak gubernur atau pak mentri mungkin harus perang dulu dengan bodyguardnya. Ibu pertiwi kelabakan tak terurus karena bapak2 pertiwi sibuk dengan urusan yang tiada ujung pangkalnya. Ibu pertiwi menjanda dan anak2 pertiwi begitu sulit menemui bapaknya apalagi untuk mengadu. Sedemikian angkuhkah pemimpin saya??
Uwalaah pak..... Heran aku susah sekali menemuimu,
Sedangkan pemimpin2 yang lain dengan mudahnya menyalami tanganku.
Satu perbedaan yang terlalu jauh hampir saja aku tak menyadari bahwa ketika itu aku telah berhadapan dengan seorang raja terkaya di dunia.

 
(Kp. Kiulap - Bandar Seri Begawan 1999)
==================================================================

DELAPAN HARI DALAM PELUKAN IBU

Yang tak kumengerti, setiap pertemuan denganku mengapa selalu mengalirkan airmatanya.
Aah...perempuan, dimana mana sama, itulah bahasa rahasianya.
Pertemuan, 10 tahun lalu mungkin menyisakan kesan yang paling dalam bagiku,juga baginya
Malam itu ia katakan pada adik2 ku,

" untuk beberapa malam kalian tidur dikamar ayah...mama mau tidur berdua dengan anakku yang paling cantik, jangan ganggu yaa.."

Kedua adek perempuanku tidur dikamar ayah, karena ayah mengantar adek laki2 ku kembali ke pondokannya.

Malam yang begitu hangat, aku lebih banyak cerita, sambil tidur membelakanginya,
Sedangkan perempuan itu hanya mendengar sambil mengusap2 punggungku.

Dipeluknya tubuhku dari belakang, sambil berkata lirih

" wah...sekarang tanganku sudah tidak cukup lagi ya meluk kamu, badanmu sudah besar...

Aku diam wajah dan bantalku sudah basah,
Dipegangnya tanganku, " kalau perempuan udah gede masa pakai jam batman? "

Aku tertawa kecil tanpa berkata2.

" masih suka potong rambut pendek ? Mestinya dipanjangin biar kalem "

Aku diam saja kubilang aku kan suka rambut Nike Ardila...

Di perhatikannya tiap jengkal tubuhku, seolah ia begitu lama kehilangan sesuatu.
Kini ia kembali menemukanku namun belum bisa mengenaliku dengan sempurna

Airmataku semakin membanjir , sementara perempuan itu tak henti2 merapal ke"kagumannya" aku mulai tak tahan membuka mataku, sayup2 isak tangisnya dibelakang kepalaku.

Ada rasa kehilangan dan sesal yang dalam diserak suaranya
Rasa kehilangan suara manjaku
Rasa kehilangan wajah ku yang lucu
Mungkin juga kehilangan kesempatan,telah terlewatkan masa kecilku
(sidoarjo 2001)
=========================================================================